Abstract:
Adanya kesenjangan antara daerah pedesaan dan perkotaan disebabkan oleh
pembangunan yang lebih banyak berpihak kepada ekonomi perkotaan. Berimbas pada
munculnya daerah-daerah tertinggal yang miskin dan terbelakang. Data menyebutkan
bahwa Kabupaten Hulu Sungai Utara sebagai daerah tertinggal mempunyai 214 desa
dan listrik masih dikelola oleh swadaya masyarakat tentunya menimbulkan pertanyaan
bagaimana peran serta pertanggung jawaban pemerintah daerah dalam hal ini.
Kemudian dimana adanya desa yang masih belum mempunyai akses listrik perlu
mendapat dukungan dari Pemerintah. Sebagai daerah otonomi maka tantangan yang
dihadapi oleh Kabupaten Hulu Sungai Utara adalah peningkatan pembangunan daerah
dan kemandirian dalam pembangunan dengan kendala ketersediaan sumberdaya dan
energi terutama dibidang ketenagalistrikan. Dengan demikian penentuan kebijakan dan
strategi pembangunan pembangkit listrik didaerah sangat diperlukan. Arah penentuan
kewenangan pembuat kebijakan tersebut adalah agar tercapainya prioritas
pembangunan daerah tertinggal berupa penurunan angka ketidakseimbangan
pembangunan. Kebijakan yang sesuai dengan keinginan masyarakat dan pembangunan
yang mampu meningkatkan pertumbuhan dan kesejahteraan daerah. Hal ini sejalan
dengan tujuan dari pelaksanaan otonomi daerah itu sendiri untuk menciptakan
peningkatan taraf kesejahteraan masyarakat daerah. Tujuan dari penelitian ini adalah
Mengetahui sejauh mana kewenangan Pemerintah Daerah dalam pengelolaan
pembangkit listrik untuk daerah tertinggal di Kab. Hulu Sungai Utara dan
Menghasilkan rekomendasi kebijakan pengelolaan listrik di Kabupaten Hulu Sungai
Utara untuk mendukung pembangunan daerah tertinggal. Metode penelitian yang
digunakan dalam penelitian ini adalah socio-legal research dengan menggunakan
pendekatan interdisipliner antara aspek penelitian normatif dengan pendekatan
sosiologis, namun tetap memakai cara analisis kualitatif.
Kata Kunci : Pengelolaan Listrik