Abstract:
Tujuan yang ingin diperoleh dari hasil penelitian ini untuk menemukan makna penanda dan
petanda lirik dindang ditinjau dari semiotika. Secara rinci, penelitian ini berupaya
menemukan makna penanda dan petanda lirik dindang masyarakat Banjar Hulu,
mendeskripsikan pemaknaan realitas eksternal lirik dindang masyarakat Banjar Hulu, dan
mendeskripsikan rekonstruksi sosial dalam lirik dindang masyarakat Banjar Hulu. Untuk
mencapai tujuan tersebut, peneliti menggunakan metode kualitatif dengan ciri-ciri yang
dikemukakan Bogdan dan Biklen (1998:27-30) yakni (1) menggunakan latar alami sebagai
sumber data langsung dan peneliti sebagai instrumen utama, (2) bersifat deskriptif, (3) lebih
memperhatikan proses daripada hasil, (4) cenderung menganalisis data secara induktif, dan
(5) makna merupakan perhatian utama. Metode tersebut sangat tepat digunakan dalam
penelitian ini karena meneliti subjek dan dilakukan pada lirik dindang masyarakat Banjar
Hulu. Lokasi penelitian yang dijadikan tempat penelitian terdapat di Kabupaten Hulu Sungai
Utara, Kabupaten Hulu Sungai Selatan, dan Kabupaten Hulu Sungai Tengah. Hasil penelitian
berupa lirik dindang masyarakat Banjar Hulu dan dianalisis berdasarkan pertama, makna
penanda dan petanda lirik dindang masyarakat Banjar Hulu. Penanda dalam lirik dindang ini
adalah segala sesuatu yang mempunyai makna yang dapat berupa suara, body language,
property ataupun setting. a) penanda berupa suara, meliputi bunyi alunan suara ibu saat
menidurkan anaknya; b) penanda berupa body language, meliputi ibu sambil menengok
kedepan dan kebelakang, mengayunkan anak; c) penanda berupa property, meliputi ibu
berada di dalam rumah, di samping teras rumah; dan d) penanda berupa setting, meliputi
tampilan ibu saat berada di di samping teras rumah, di dalam rumah. Kedua, pemaknaan
realitas eksternal lirik dindang masyarakat Banjar Hulu realitas eksternal lirik dindang
masyarakat Banjar Hulu sebagai berikut: a) pendendang lirik adalah orang tua, umumnya ibu
kesimpulan ini didukung oleh tanda-tanda visual yang terlihat dari pakaian dan benda yang
dipegang berupa ayunan; b) setting tempat pengambilan gambar tersebut menggambarkan
suasana rumah yang hening karena menidurkan anak. Pemaknaan ini didukung oleh tidak
adanya tanda-tanda kendaraan ataupun orang yang lalu lalang; c) pengambilan gambar
dilakukan pada siang hari yang ditandai dengan adanya cahaya terang tidak ditimbulkan oleh
efek lampu; dan d) pada saat mendendangkan lirik ini menggunakan beberapa efek suara
yang menunjang ketertarikan anak karena suara ibunya. Ketiga, rekonstruksi sosial dalam
lirik dindang masyarakat Banjar Hulu. Lirik dindang yang menggunakan bahasa Banjar
menyiratkan makna secara denotatif, konotatif, dan mitos. Secara denotatif lirik dindang
banyak menyampaikan kata-kata yang menyebut fenomena alam, kekuatan doa, binatang
seperti burung pipit, kuda, kupu-kupu, dan menyebut nama-nama tempat seperti rumah,
sarang, setinggi langit, turun ka sarang. Saran kepada para pembuat kebijakan bidang
kebudayaan (Pemerintah Daerah) disarankan agar memanfaatkan hasil penelitian ini sebagai
bahan untuk merancang dan menentukan arah kebijakan. Hasil penelitian ini juga dapat
dijadikan media untuk melindungi, mempertahankan, mengembangkan, dan melestarikan
keberadaan lirik dindang sebagai kekayaan budaya etnik Banjar.