Abstract:
Laporan dari PISA menunjukkan bahwa literasi sains Indonesia masih berada di 10 besar
terendah di seluruh negara peserta PISA sejak tahun 2006 hingga 2018. Namun kurangnya
informasi sehubungan dengan ruang sampling penelitian PISA yang digunakan dalam tes
PISA yang dilakukan oleh OECD dan belum tersedianya alat tes standar yang dapat
diakses dengan mudah untuk menilai literasi sains membuat sebagian besar praktisi
pendidikan di Indonesia tidak memiliki gambaran yang jelas tentang kondisi literasi sains
siswanya. Dengan menggunakan instrumen yang telah dikembangkan oleh peneliti
sebelumnya, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui dan menganalisis kondisi literasi
sains siswa di salah satu SMP Negeri Terakreditasi A di Banjarmasin. Penelitian ini
merupakan penelitian kuantitatif yang pengumpulan datanya menggunakan alat tes literasi
sains kontekstual lahan basah Kalimantan Selatan. Peserta tes terdiri dari 106 siswa kelas
8 dan kelas 9 di SMP Negeri Banjarmasin. Hasil analisis menunjukkan bahwa secara
umum nilai literasi sains siswa secara keseluruhan masih rendah dengan ketuntasan
40,56%. Menjelaskan fenomena secara ilmiah menempati urutan kedua dengan ketuntasan
42%. Mengevaluasi dan merancang investigasi ilmiah menempati urutan ketiga dengan
penyelesaian 32%, sedangkan untuk menginterpretasikan data dan bukti ilmiah menempati
urutan pertama dengan penyelesaian 48%. Uji Mann Whitney menunjukkan bahwa hanya
sejumlah kecil korelasi antar kompetensi. Penulis mempertimbangkan kemungkinan bahwa penguasaan kompetensi literasi sains tidak harus dikembangkan secara bertahap seperti yang disarankan oleh taksonomi kognitif Bloom. Pendidik harus mempertimbangkan pendekatan alternatif dalam mengajar literasi sains tanpa hanya mengandalkan pengajaran yang didasarkan pada struktur hierarki kognitif Taksonomi Bloom.