Abstract:
Pembangunan mengalami redefinisi, yang pada era sebelum
1970 an pembangunan semata-mata dipandang sebagai fenomena
ekonomi saja yang sering diukur berdasarkan tingkat kemajuan struktur
ekonomi dan penyerapan tenaga kerja. Tinggi rendahnya kemajuan
pembangunan suatu Negara hanya diukur dengan berdasarkan tingkat
pertumbuhan Gross National Income (GNI) yang diyakini dapat menetes
ke bawah (tricle down effect). Setelah era 1970 definis pembangunan
pembangunan ekonomi mengalami redefinisi penghapusan atau
pengurangan kemiskinan, penanggulangan ketimpangan pendapatan,
penyediaan lapangan kerja yang berdasarkan redistribusi hasil
pembangunan yang lebih merata. (Todaro dan Smith, 2006) Peranan
pemerintah sangat penting dalam keberhasilan pembangunan yang
tercermin pada penerimaan luas yang nyaris bersifat universal atas
peranan dan fungsi perencaan pembangunan sebagai jalur yang paling
langsung dan paling meyakinkan untuk mencapai kemajuan ekonomi.
Perencanaan ekonomi sebagai upaya yang dilakukan secara
sengaja oleh pemerintah untuk mengkordinasikan segenap proses
pembuatan keputusan ekonomi dalam jangka panjang dari pemilihan
kegiatan implementasi, kordinasi dan pemantauan rencanan
pembangunan. Sumber pertumbuhan ekonomi berasal dari tingkat
tabungan dan pertumbuhan capital (physical capital) seperti yang
dikembangkan oleh Harold (1939) – Domar (1946), Solow (1956)
maupun human capital dalam teori pertumbuhan endogen (endogenues growth). Eksternalitas teknologi dan human capital sebagai penggerak
pertumbuhan ekonomi yang diperluas dengan memperhatikan
karakteristik dasar suatu negara (Bradley dan Gans 1998). Peran
karakteristik dasar suatu negara menjelaskan perbedaan pertumbuhan
output per kapita, dikemukakan dalam studi pertumbuhan ekonomi
menggunakan analisis lintas negara yang diaplikasikan pada tingkat
regional dalam analisis pertumbuhan regional (Barro, 1989. Glaeser et.
Al (1995), Bradley dan Gans (1998) memperluas penggunaan
karakteristik dasar suatu wilayah untuk menjelaskan pertumbuhan
ekonomi di tingkat kota secar cross section.
Kegiatan perekonomian yang mendominasi di negara maju
adalah perekonomian perkotaan dengan berbagai masalah perkotaan
seperti pertumbuhan perkotaan, penggunaan lahan perkotaan, persaingan
kegiatan ekonomi, social dan politik pada tata ruang perkotaan
(Rahardjo, 2005). Peran kota sebagai pusat aktivitas utama ekonomi
sehingga pertumbuhan kota perlu diperhitungkan. Kota mempunyai
aktivitas ekonomi yang mendominasi aktivitas perekonomian suatu
negara. Kota dapat dipandang sebagai mesin inovasi dan pertumbuhan
perekonomian modern sebagai penyedia komoditas penting yaitu
informasi.
Kota mempermudah kegiatan produksi barang dan jasa serta
aktivitas perekonomian lainnya. Kota memnyediakan penawaran
berbagai produk barang dan jasa yang meningkatkan kualitas hidup dan
kesejahteraan bagi penduduknya, disisi lain kota juga menghadapi
berbagai permasalahan. Berbagai permasalahan perkotaan yang
menonjol dan menarik untuk dianalisisi seperti kemiskinan,
diskriminasi, kriminalitas, kerawanan social, degredasi lingkungan,pertumbuhan daerah metropolitan, konflik pusat kota dengan daerah
pinggiran dan lainnya. Masalah – masalah perkotaan tersebut semakin
kompleks seiring dengan pertumbuhan kota yang bertambah pesat dan
luas.
Analisis pertumbuhan ekonomi pada tingkat regional terutama
kota memberikan manfaat untuk melengkapi analisis tingkat negara
secara mendalam, pertama kota lebih terbuka secara ekonomi, dan
mobilitas factor produksi semakin besar, kedua banyak studi
pertumbuhan secara cross section mengarahkan pada pemikiran yang
penting bagi pertumbuhan, ketiga studi pertumbuhan ekonomi lintas
negara difokuskan pada social politik sebagai sumber pertumbuhan
ekonomi. Peran kota sebagai pusat aktivitas utama ekonomi menjadi
daya tarik mengapa pertumbuhan kota perlu diperhatikan, populasi kota
yang besar, pertumbuhan kota diukur dengan menggunakan
pertumbuhan penduduk dan angkatan kerja dengan aspek yang
mempengaruhinya seperti kepadatan penduduk, spesialisasi ekonomi,
ratio penduduk kota terhadap penduduk propinsi (primacy), manufaktur
dan tingkat pendidikan, serta pendapatan dan pengeluaran pemerintah
(Imam dan Bambang, 2004).
Pertumbuhan kota dilihat dari perkembangan penduduknya,
penduduk Indonesia yang tinggal perkotaan yang tinggal pada tahun
1920 (5,8% dalam Soegijoko dan Bulkin, 1994), pada tahun 1980
penduduk kota telah mencapai 22,3% dan tahun 1990 meningkat menjadi
30,9% (Firman dan Prabatmojo, 2001). Penduduk perkotaan di Indonesia
diperkirakan akan menjadi dua kali lipat dari jumlah yang ada pada saat
ini dalam 69 tahun mendatang (Tjiptoheriyanto, 1997).