dc.description |
Untuk melihat prospek implementasi kogenerasi mesin gas pada sebuah bandara udara di Indonesia,
bandara udara Kualanamu dengan kondisi akhir 2014 dijadikan obyek kasus. Pada kondisi tersebut
bandara udara konsumsi 2500 kWe (maksimum, tidak termasuk daya listrik sistem HVAC), dan
beban maksimum 5000 TR untuk ruang yang dikondisikan seluas 122.000 m2. Studi meliputi
kehandalan sistem, efisiensi pemanfaatan bahan bakar dan life cycle cost (LCC). Sistem kogenerasi
dengan penggerak mula mesin gas dapat mencapai efisiensi 84,5%. Pembangkit daya sistem n+1
dipilih untuk operasinya. Dalam sistem ini tidak dibutuhkan baskup genset sehingga biaya investasi
dan biaya operasi pemeliharaannya. Bila satu sistem mesin gas generator mengalami kerusakan, pemadaman listrik tidak terjadi sesaatpun selama ada pasokan gas. Disamping parameter operasi, pemeliharaan dan investasi, harga listrik dan bahan bakar gas alam sangat mempengaruhi hasil kajian ini. Dengan harga listrik Rp1400,00/kWh dan gas alam Rp91.000,00/MMBtu, hasil kajian menunjukkan LCC tahunan sistem kogenerasi mesin gas sebesar Rp63,32 Milyar dan jauh lebih kecil dibanding sistem yang mencatu daya listrik ke perusahaan listrik sentral dengan LCC sebesar Rp81,13 Milyar. Dari profil komponen LCC, LCC kogenerasi mesin gas sangat dipengaruhi oleh harga gas alam, sedangkan LCC sistem konvensional sangat dipengaruhi oleh harga listrik. Oleh karena itu, harga listrik dan gas alam yang mendukung kebijaksanaan konservasi energi dengan penerapan insentif dan disentif yang tepat sangat diperlukan untuk pertumbuhan sistem kogenerasi yang hemat energi bahan bakar.
Kata kunci : kogenerasi, mesin gas, life cycle cost, energi, bandara udara |
|