Description:
Tujuan dari kajian ini adalah untuk memberikan penjelasan mengenai dampak pembangunan terutama yang berhubungan dengan penggunaan lahan dalam daerah aliran sungai (DAS) dan penanganannya terhadap sumberdaya air.
Sumberdaya air yang menjadi unsur utama dalam hidrologi merupakan salah satu komponen ekosistem dunia yang sangat dibutuhkan kehadirannya sepanjang waktu. Hampir seluruh kegiatan hidup di muka bumi ini tidak dapat dipisahkan dari
sumberdaya air. Alam tidak menyediakan sumber-daya air begitu saja kepada manusia. Usaha ke arah pencapaian kebutuhan air di segala bidang telah dilakukan manusia, yaitu melalui manipulasi proses hidrologi dengan memperhatikan semua segi yang mempengaruhi daur air dan interaksinya dalam suatu kejadian.
Daerah Aliran Sungai sebagai sebuah ekosistem terdiri dari komponen fisik yang meliputi tanah dan topografi, atmosfir dengan fakor-faktor iklim di dalamnya dan komponen biologi
yang meliputi flora dan fauna daratan dan perairan) serta manusia. Semua komponen dan sub komponen tersebut serta morfometrinya menyusun suatu keadaan muka bumi yang
disebut struktur DAS. Di dalam DAS; bagaimanapun strukturnya; bergerak suatu aliran energi seperti sirkulasi air dan hara dimana kualitas dari sirkulasi tersebut sangat
tergantung dari baik buruknya struktur. Dengan perkataan lain kualitas komponenkomponen penyusun suatu ekosistem (tanah, topografi, vegetasi) mempengaruhi kualitas sirkulasi airnya. Pengelolaan DAS adalah upaya manusia dalam mengendalikan hubungan timbal balik antara sumber daya alam dengan manusia di dalam DAS dan segala aktifitasnya, dengan tujuan membina kelestarian dan keserasian ekosistem serta meningkatkan kemanfaatan sumber daya alam bagi manusia secara berkelanjutan.
Pembangunan tidak saja menghasilkan manfaat, melainkan juga membawa risiko. Di beberapa provinsi pada ekosistem sungai dibuat bendungan untuk berbagai tujuan. Dengan bendungan tersebut kita dapatkan manfaat listrik, bertambahnya air pengairan dan terkendalinya banjir. Risiko dari adanya bendungan tersebut adalah tergenangnya kampung
dan sawah, tegusurnya penduduk dan kepunahan jenis tumbuhan dan hewan. Eksploitasi hutan besar-besar yang dimulai sekitar tahun 1970 di P. Kalimantan dan P. Sumatera akan
mendapatkan devisa dalam jumlah besar melalui ekspor kayu bulat. Sebaliknya akan terjadi risiko kepunahan hewan dan tumbuhan, bertambahnya erosi, rusaknya tata air dan
terjadinya padng alang-alang. Batubara hasil dari pertambangan akan dimanfaatkan untuk membangkitkan tenaga listrik. Dengan hal itu akan terjadi risiko pencernaan udara oleh debu, jelaga dan gas SO2. Kegiatan pembangunan sarana dan prasarana jalan dan jembatan makin meningkat, sehingga hubungan dari satu tempat ke tempat lain menjadi
mudah. Tetapi risikonya ialah pencemaran udara dan kebisingan, serta kecelakaan lalu lintas. Pasangan manfaat dan risiko tidak terpisahkan.
Pada dasarnya pelaksanaan pembangunan selalu bersifat dilema. Pandangan berbagai pihak terhadap dilema ini suka berlainan. Pada umumnya para pelaksana proyek pembangunan lebih melihat manfaat dan mengentengkan risikonya, karena adanya urgensi sasaran dan tekanan faktor politik, Sebalinya media massa dan para cendekiawan sering dapat melihat risiko yang tidak melihat oleh orang awam dan pelaksana pembangunan.
Mereka bersifat lebih berhati-hati, karena tidak merasakan adanya urgensi sasaran dan desakan faktor politik. Betapapun, baik manfaat maupun risiko harus diperhitungkan secara berimbang dan sungguh-sungguh. Risiko kita terima sebagai biaya manfaat yang kita ambil.
Hanya memperhatikan manfaatnya saja dapat membahayakan lingkungan. Sebaliknya hanya memper-hatikan risiko saja akan menimbulkan pertentangan. Tetapi dengan tidak berbuat sesuatupun akan ada orang yang setuju dan tidak setuju. Apabila tidak berbuat sesuatu atau tidak melakukan pembangunan, diduga mutu hidup akan menurun.
Masalahnya bukanlah membangun atau tidak membangun, melainkan bagaimana membangun agar sekaligus mutu lingkungan dan mutu hidup dapat terus ditingkatkan.
Dari uraian diatas, bahwa pembangunan pada dasarnya melakukan perubahan terhadap semua atau salah satu komponen ekosistem sumberdaya alam, tentunya menimbulkan perubahan pula terhadap peranan komponen tersebut dalam menjalankan fungsinya untuk mengatur aliran energi dalam hal ini tata air. Perubahan fisik tanah akibat pembuatan jalan utama atau jalan sarad dalam pengangkutan log (kayu) pada kegiatan pembalakan hutan, pembakaran hutan (perladangan), pembukaan lahan dan pengolahannya untuk kepentingan perkebunan dan kegiatan pembangunan lain akan berpengaruh terhadap tata air dan kualitas air, karena hal di atas meningkatkan aliran permukaan. Pada lahan yang baru diolah, misalnya untuk pembuatan jalan angkutan (main road) baik sektor pertambangan, kehutanan maupun perkebunan, dan belum tertutup oleh vegetasi, maka erosi dan aliran permukaan yang terjadi akan meningkat, sehingga akan menyebabkan menurunya kualitas sumberdaya air. Disamping itu dampak negatifnya adalah kadar lumpur yang dibawa oleh air akan mengendap di daerah hilir atau di muara sungai, misalnya muara Sungai Barito pada musim kemarau sering kegiatan pelayaran terganggu, karena kandas akibat kadar lumpur yang menumpuk di muara sungai.
Beberapa industri dibidang kehutanan menghasilkan air limbah dengan parameter kualitas seperti BOD dan COD tinggi sehingga bila dibuang langsung ke sungai akan mencemari
biota air. Pertambangan emas, baik yang dilakukan oleh masyarakat (didalam DAS sekitar sungai) maupun oleh pengusaha, yang menggunakan Hg (mercuri atau air raksa) sebagai pemurni emas sangat berbahaya terhadap ekosistem perairan yang menjadi habitan flora, ikan dan fauna air lainnya. Meskipun demikian, pembangunan tidak mungkin ditiadakan, karena pembangunan adalah suatu peradaban manusia dan melalui pembangunan manusia akan meningkatkan kualitas hidupnya. Untuk hal seperti itu, seyogianya kegiatan pembangunan yang menggunakan sumberdaya alam, baik sumberdaya alam yang dipulihkan (renewable resources) ataupun sumberdaya alam yang dipulihkan (unrenewable
resources) harus ramah lingkungan. Sekarang ini sedang disarankan agar kegiatan pembangunan memperhatikan prinsif “green economy”, yaitu profit, people dan planet, yang tujuan akhirnya adalah lingkungan dengan sumberdaya alamnya tetap lestari dan masyarakatnya sejahtera.
Dari beberapa uraian yang telah dijelaskan tersebut, nampaknya kajian dampak pembangunan dan penanganannya terhadap sumberdaya air dalam suatu DAS (Daerah Aliran Sungai) sangat diperlukan untuk disajikan dalam suatu tulisan yang berbentuk buku.
Kajian terhadap obyek sumberdaya air ini selalu dihubungkan dengan aspek-aspek hidrologi, seperti sikus air (water cycle) dan neraca air (water balance) dalam suatu daerah aliran sungai. Kegiatan pembangunan di daerah hulu (up stream) dan tengah (middle stream) dalam suatu daerah aliran sungai, selalu dihubungkan dengan dampak negatif,
berupa banjir (flood) dan longsor (land slide) pada musim penghujan dan kekeringan air sungai (debit airnya) sangat rendah pada musim kemarau.