Abstract:
Belajar sains menjadi wahana bagi siswa untuk mempelajari diri sendiri dan lingkungannya. Dengan belajar sains, manusia bisa menjalankan kewajibannya sebagai khalifah Allah SWT di muka bumi, yaitu lebih kreatif dalam menjaga dan mengelola sumber daya alam untuk kebaikan umat manusia. Dewasa ini, kerusakan lingkungan menjadi masalah utama di berbagai belahan dunia. Perilaku manusia menjadi penyebab utama kerusakan lingkungan. Pemanfaatan kreativitas ilmiah tanpa diimbangi peduli lingkungan menimbulkan kerusakan lingkungan secara global, termasuk lahan basah di Banjarmasin. Oleh karena itu, pembudayaan kreativitas ilmiah dan peduli lingkungan bukan hanya tanggung jawab dari pemerintah dan masyarakat semata; dunia pendidikan sebagai ujung tombak pembangunan harus berpartisipasi aktif melalui upaya pendidikan. Pendidikan diharapkan mampu menghasilkan individu-individu yang kreatif, saintifik, dan peduli lingkungan.
Secara garis besar, buku ini membahas dasar-dasar bidang sains, kreativitas ilmiah, dan peduli lingkungan di lahan basah, serta pembelajaran kreatif berbasis otonomi. Buku ini didesain secara sistematis dalam 5 Bab. Bab 1 Pendahuluan, membahas alasan pentingnya belajar sains, kreativitas ilmiah, dan peduli lingkungan, apa peran pendidikan sains, dan pembelajaran kreatif berbasis otonomi. Bab 2 Mutiara Lahan Basah, membahas kajian sains, kreativitas ilmiah, keterampilan proses, dan kepedulian lingkungan sebagai kompetensi kunci dalam mencetak generasi harapan bangsa. Generasi kreatif pada umumnya dilahirkan oleh pendidik kreatif. Pada Bab 3 Perencanaan Pembelajaran Kreatif, pendidik kreatif perlu mempertimbangkan karakteristik materi ajar, siswa, sekolah, alokasi waktu, dan jumlah siswa dalam mendesain rencana pembelajaran kreatif. Rencana ini sebagai pintu gerbang kesuksesan siswa. Selanjutnya; pada Bab 3, 4, dan 5 membahas pembelajaran kreatif berbasis otonomi. Tingkat otonomi I sebagai tingkatan yang terendah dalam klasifikasi, pendidik bisa memilih pengajaran langsung untuk mengajarkan informasi dasar atau prosedur secara tahap demi tahap. Tingkat otonomi II, ketika siswa menguasai informasi dasar dan prosedur dengan baik; pendidik bisa memilih pembelajaran inkuiri/penemuan terbimbing maupun pembelajaran kooperatif. Pendidik membimbing siswa agar belajar berdasarkan pengalaman langsung dan menerapkan standar perilaku sendiri. Tingkat tertinggi adalah Otonomi III sebagai realisasi pandangan konstruktivisme. Pendidik memilih problem based learning, creative responsibility based learning, atau project based learning untuk memfasilitasi siswa menjadi pebelajar otonom dan percaya diri dalam mencipta produk-produk kreatif yang bermanfaat bagi masyarakat dan lingkungan.
Pada akhirnya, Bab 7 Integrasi Sikap dalam Pembelajaran Kreatif, mengajak pendidik kreatif sebagai pewaris Nabi agar menjadikan tujuan utama belajar adalah penyempurnaan akhlak dan siswa memiliki niat yang benar dalam belajar. Selain itu, pendidik perlu memahami bahwa sikap bukan hafalan materi pelajaran, otonomi sikap siswa, alokasi waktu, dan bagaimana merencanakan dan melaksanakan pembelajaran sikap dengan baik. Semoga hadirnya buku ini menjadi inspirasi dan wawasan bagi pendidik kreatif maupun calon pendidik dalam menghasilkan generasi masa depan yang sukses dunia maupun akhirat.
Description:
Buku ini semoga bisa menjadi panduan bagi dosen, pendidik/calon pendidik kreatif untuk memaksimalkan pengetahuan ilmiah, kreativitas ilmiah, dan peduli pada lingkungan lahan basah. Apapun kondisi siswanya, pendidik kreatif pasti mampu mendesain pembelajaran kreatif untuk mencetak lulusan yang intelek dan berakhlak terpuji. Jika pendidik sudah mengamalkan sifat-sifat sabar, tawadlu’, dan akhlak terpuji; maka sempurna nikmat bagi siswa; dan ketika siswa sudah menempatkan pikirannya dalam menuntut ilmu, sopan santun (adab) dan mendapatkan pemahaman yang baik, maka sempurnalah nikmat bagi pendidik. Alhamdulilah!