Abstract:
Pada kondisi dimana lereng jalan telah mengalami kelongsoran maka dibutuhkan
pengetahuan kekuatan geser tanah sisanya agar dapat ditentukan antara lain bahwa apakah area lain yang berdekatan dengan area longsoran masih bisa digunakan sebagai akses lalulintas yang beroperasi sebelumnya ataukah akan diambil tindakan dengan penutupan jalan total guna menghindari potensi ancaman keselamatan pengguna lalulintas diatasnya. Pada kondisi lereng jalan yang telah mengalami kelongsoran, dalam penanganannya kembali sering membutuhkan waktu relative lama dari pihak yang berwenang terhadap pengelolaan jalan. Adanya jeda waktu yang lama sejak terjadinya kelongsoran hingga dilakukan penanganan maka material tanah timbunan lereng yang mengalami kelongsoran adalah selalu mengalami keadaan pembasahan dan pengeringan yang terus berulang-ulang seiring dengan waktu jeda yang diberikan. Kekuatan geser tanah sisa sangatlah penting dalam rekayasa geoteknik. Konsep kekuatan geser sisa tanah telah memberikan kontribusi yang sangat besar pada studi perilaku tanah yang mengalami keruntuhan geser baik dalam kondisi terdrainase maupun tidak. Konsep kekuatan geser sisa tanah memiliki peran penting dalam perilaku tanah longsor, terutama penilaian terhadap kekuatan geser sisa pasca mengalami kelongsoran maupun penilaian resiko kegagalan progresif dari stabilitas lereng. Masalah utama penelitian ini adalah bagaimana pengaruh siklus pembasahan dan pengeringan terhadap prilaku kekuatan geser sisa dari lereng tanah laterit. Secara rinci ingin mendapatkan informasi Bagaimana perilaku kuat geser dari lereng tanah laterit akibat adanya siklus pembasahan dan pengeringan, dan juga bagaimana kondisi kuat geser sisa (residual strength) dari tanah laterit akibat adanya siklus pembasahan dan pengeringan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik kuat geser tanah laterit baik kondisi normal maupun kondisi sisa akibat adanya pengaruh siklus pembasahan dan pengeringan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin lama terjadinya siklus pembasahan/pengeringan maka nilai kuat geser kondisi normal maupun kuat geser kondisi residual (sisa) untuk parameter kohesi adalah semakin menurun. Selain itu bahwa semakin lama periode siklus pembasahan atau pengeringan, maka semakin menurun nilai cohesi residual yang dihasilkan. Apabila ditinjau dalam periode waktu yang sama, maka nilai cohesi residual
kondisi pembasahan yang dihasilkan adalah lebih rendah dibandingkan dengan nilai cohesi residual kondisi pengeringan. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa nilai sudut geser dalam pada kondisi mengalami siklus pembasahan adalah tidak sama dengan nilai sudut geser dalam pada kondisi pengeringan, baik untuk kuat geser sisa (residual) maupun kuat geser normal.