Abstract:
Alih fungsi lahan dapat diartikan sebagai berubahnya fungsi sebagian atau seluruh
kawasan dari fungsinya semula, seperti direncanakan menjadi fungsi lain yang berdampak
negatif terhadap lingkungan dan potensi lahan tersebut. Alih fungsi lahan hutan lindung
memiliki dampak pada keberlanjutan ekosistem lingkungan secara luas. Hutan lindung
sebagai kawasan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga
kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah
intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah. Metode penelitian dilaksanakan melalui
interpretasi hasil pemotretan foto udara menggunakan pesawat tanpa awak (drone) Tahun
2018, observasi lapangan melalui wawancara pada masyarakat di Kawasan Pengelolaan
Hutan (KPH) Kayu Tangi Blok 1 Kota Banjarbaru dengan teknik insidental sampling, yang
selanjutnya dilakukan analisis secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa alih
fungsi lahan yang terjadi di Kawasan Pengelolaan Hutan (KPH) Lindung Kayu Tangi Blok
1 Kota Banjarbaru menunjukkan 22,42% beralih fungsi menjadi kawasan bukan alami atau
dengan luas 215,316 ha dengan perincian lahan garapan 13,10%, perkebunan 8,01%,
bangunan 1,1%, dan pertanian 0,24%. Faktor terbentuknya alihfungsi didominasi oleh
kesulitan dalam mendapatkan jenis pekerjaan sampingan, serta pengetahuan masyarakat
yang rendah terhadap status lahan kawasan hutan lindung yang kepemilikannya oleh
pemerintah. Hasil penelitian merekomendasikan: 1) diperlukan suatu model dalam
Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (PHBM) sebagai suatu program yang dilaksanakan
dengan melibatkan masyarakat sekitar hutan melalui suatu lembaga swadaya yang dibentuk
masyarakat bersama pemerintah dengan target mengembalikan fungsi kawasan melalui
kegiatan agrofrestri, 2) diperlukan penyusunan lanskap kawasan berbasis perencanaan
partisipatif yang saling menguntungkan antara pemerintah dengan masyaraka