Abstract:
Penelitian ini dilakukan sebagai reaksi atas seringnya skor asesmen literasi oleh PISA (Programme for International Student Assessment) dijadikan sebagai acuan ukuran kualitas literasi sains di Indonesia, namun tidak adanya akses untuk mengecek kevalidan konten soal dalam bentuk berbahasa Indonesia. Perbedaan konteks dan aspek kebahasaan soal yang diterjemahkan telah diketahui dapat mempengaruhi respon siswa terhadap soal yang dapat berakibat terhadap skor yang didaptkan oleh siswa. Penelitian ini bertujuan untuk membuat produk instrumen tes pengukuran literasi sains yang valid, reliabel, dan praktis sehingga dapat diakses oleh semua pihak dalam mengukur literasi sains dalam bentuk cetak maupun digital. Instrumen Literasi sains yang dikembangkan berbahasa Indonesia dengan konteks lahan basah Kalimantan Selatan yang akrab dengan lingkungan siswa di Kalimantan Selatan. Selain itu peneliti juga mengembangkan instrumen literasi sains sebagai suatu produk siap pakai oleh responden dengan mengembangkannya dalam bentuk buklet cetak dan laman web digital seperti produk asesmen komersil (contoh: instrumen TOEFL, dll) yang dapat diakses oleh semua pihak. Instrumen dikembangkan menggunakan dengan mengadopsi framework pengembangan instrumen menurut Standards (2014) yang terdiri atas 4 tahapan, yakni a) pengembangan dan evaluasi spesifikasi tes; b) pengembangan, uji coba, dan evaluasi item; c) penyusunan dan evaluasi format tes yang baru; d) pengembangan prosedur pelaksanaan dan material yang dibutuhkan untuk administrasi dan skoring. Uji validitas konten dilakukan dengan berkonsultasi dengan validator, diikuti dengan uji validitas konstuk, uji reliabilitas dan kepraktisan di uji lapangan. Uji lapangan melibatkan responden siswa SMP berusia 15 tahun di 3 kabupaten kota di Kalimantan Selatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa instrumen yang dibuat, baik yang cetak maupun digital, valid secara konstruk dan empiris serta reliabel untuk digunakan. Penelitian ini juga menemukan bahwa literasi sains di Kalimantan Selatan, khususnya di tiga kabupaten yang dipilih masih dikategorikan rendah. Kajian lanjutan terhadap hasil penelitian menunjukkan bahwa 1) literasi sains siswa di Kalimantan Selatan masih rendah, 2) bahwa kompetensi siswa tidak mengikuti urutan Taksonomi Bloom, atau dengan kata lain, siswa tidak harus mampu atau menguasai kompetensi yang rendah secara menyeluruh untuk kemudian mampu menguasai kompetensi pada tingkatan selanjutnya. 3) terdapat tingkat kesulitan soal yang berbeda walaupun di desain untuk kompetensi literasi sains yang sama.