Abstract:
Activities carried out in livestock groups in the Bati Bati District Agricultural Extension Center aim to increase the insight and knowledge carried out with the technical discussion and presentation and improvement of the feed formulation in the form of feed formulation and processing. The main target of feed ingredients to be utilized is various agricultural and plantation business waste that is around farmers. The feed ingredients are mainly the use of oil palm fronds and are equipped with the utilization of other wastes such as post-harvest corn in the form of piles. The results of the activities showed a high level of enthusiasm and enthusiasm from both extension officers covered by the BPP in the Bati Bati subdistrict and empowering participating livestock groups. In the discussion activities, the participants seemed active in conveying the Problems and experiences in handling feed during their livestock raising. In feed processing practices, active participants do processing together with complete feed formulations consisting of 20% concentrate feed and 80% mainly forage feed from oil palm fronds, pile and some fresh grass. The introduced concentrate is also made from local ingredients, such as rice bran, palm kernel cake, minerals, urea. Then all the ingredients are mixed with drops and decomposing microbes. In trials with livestock, it was seen that cattle were very fond of the feed and this added to the enthusiasm of the training participants to use this technology in their farming efforts.
Description:
Pengembangan ternak ruminansia (sapi, kambing, domba dan kerbau), terutama sapi potong menunjukkan perkembangan yang makin tertinggal terhadap angka pemotongan/konsumsi. Kondisi ini terjadi secara nasional di Indonesia, yang berimbas pada pengurasan devisa negara akibat tingginya angka impor mencapai lebih dari 700.000 ekor sapi siap potong per tahun dan lebih dari 400.000 ton dalam bentuk daging dari Australia (Kementerian Pertanian, 2010). Dari hasil kajian yang dilakukan, permasalahan utama yang muncul adalah rendahnya daya dukung pakan serta dukungan permodalan disamping masalah lain seperti ketersediaan bibit unggul yang terbatas, serta tataniaga yang masih dominan dikuasai oleh pedagang (Wahdi dan Jumar, 2017). Terkait terbatasnya akses peternak terhadap pakan, lebih dikhususkan terhadap ketersediaan pakan dalam bentuk hijauan pakan ternak alam, mengingat selama ini peternak di Kalimantan Selatan (Kal-Sel)
masih mengandalkan hijauan pakan alam. Konversi lahan penggembalaan yang beralih fungsi menjadi perkebunan kelapa sawit dan karet yang rata rata mencapai lebih dari 20% per tahun. Keterbatasan terhadap akses pakan tersebut menyebabkan waktu untuk memberi pakan pada ternak makin besar, akibat peternak harus mencari pakan ke tempat yang lebih jauh dan lebih lama. Kondisi ini mengakibatkan peternak mengurangi jumlah ternaknya sesuai dengan kemampuan memberi pakan. Fakta dilapangan menunjukkan penurunan kepemilikan ternak sapi dari rata rata 4-8 ekor/rumah tangga peternak menjadi 2-4 ekor saja dalam 5 tahun terakhir. Di sisi lain perkebunan kelapa sawit yang sedang marak dikembangkan selain mengurangi ketersediaan lahan gembala bagi ternak, ternyata menyimpan potensi yang belum dimanfaatkan secara baik. Potensi tersebut adalah tersedianya pelepah dan daun kelapa sawit yang terbuang dilahan sawit dan cenderung memberikan masalah dalam jangka panjang bagi lingkungan. Pemanfaatan limbah pelepah sawit akan mengatasi masalah lingkungan serta peternak juga memperoleh akses pakan yang mudah dan murah dengan kualitas yang bisa dikendalikan bagi ternaknya