Abstract:
Air tebu diketahui mengandung sukrosa yang dapat meningkatkan energi bagi motilitas spermatozoa. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan air tebu dan kuning telur dalam mempertahankan kualitas spermatozoa asal kauda epididymis sapi persilangan. Penelitian ini menggunakan epididimis sapi persilangan dari rumah pemotongan hewan (RPH) Basirih Kotamadya Banjarmasin. Spermatozoa yang dikoleksi ditempatkan ke dalam empat tabung reaksi masing-masing terdiri dari: 80% pengencer laktosa + 20% kuning telur ayam ras (kontrol), 45% air tebu + 45% akubidestilata + 10% kuning telur ayam ras (ATKT10), 42,5% air tebu + 42,5% akubidestilata + 15% kuning telur ayam ras (ATKT15), dan 40% air tebu + 40% akubidestilata + 20% kuning telur ayam ras (ATKT20). Parameter pengamatan adalah motilitas, daya hidup, dan membran plasma utuh. Hasil penelitian menunjukkan motilitas pengencer kontrol (65%), berbeda nyata (P<0,05) dengan ATKT10 (49%), ATKT15 (48%) dan ATKT20 (54%), namun demikian ATKT20 masih lebih tinggi (P<0,05) dengan ATKT10 dan ATKT15. Persentase daya hidup spermatozoa berbeda nyata (P<0,05) antara kontrol (79,60%) dengan ATKT10 (72,40%), ATKT15 (73,20%), dan ATKT20 (74,60%), akan tetapi ATKT20 dan ATKT15 masih lebih baik (P<0,05) dari ATKT10. Untuk persentase MPU, kontrol sebesar 76,4%, sama dengan (P>0,05) perlakuan ATKT 20 sebesar 76%, akan tetapi persentase MPU kontrol masih lebih baik (P<0,05) dari ATKT 10 sebesar 71,80% dan ATKT15 sebesar 74,20%. Dari hasil penelitian ini, terlihat kemampuan air tebu mampu mempertahankan motilitas spermatozoa sampai dengan dua hari
Description:
Kemajuan teknologi dibidang reproduksi ternak telah mengalami perkembangan yang sangat pesat. Diawali dengan teknologi inseminasi buatan dengan proses preservasi dan kriopreservasi semen, sampai dengan pemanfaatan sumber benih (spermatozoa) asal kauda epididimis-testis. Laporan pertama (lebih dari 50 tahun yang lalu) kelahiran seekor anak kuda hasil dari inseminasi buatan dengan spermatozoa epididimis (Barker & Gandier, 1957), memunculkan banyak laporan keberhasilan koleksi, preservasi, dan kriopreservasi spermatozoa asal epididimis pada beberapa jenis ternak, seperti kambing (Lima et al., 2013; Riyadhi et al., 2017), kuda (Monteiro et al., 2011; Roels et al., 2014), rusa (Koziol & Koziorowski, 2015), serta pada sapi (Agung et al., 2013; Bertol et al., 2013). Epididimis merupakan sumber spermatozoa yang fertil (Roels et al., 2014). Menurut Guimarães et al., (2012), tidak terdapat perbedaan terhadap morfologi serta viabilitas antara spermatozoa asal epididymis dan hasil ejakulat, akan tetapi motilitas progresif lebih rendah (Guimarães et al., 2012) atau bahkan tidak ada pada semen epididimis (Neild, 2006), namun motilitas dapat kembali menjadi normal apabila spermatozoa kauda epididimis diberikan pengenceran (Senger, 2012). Proses pengenceran pada semen yang akan dipreservasi maupun kriopreservasi, selain bertujuan untuk meningkatkan volume semen juga untuk mempertahankan kualitas motilitas maupun viabilitas. Bahan pengencer yang umum digunakan pada proses preservasi/kriopreservasi secara umum berasal dari bahan-bahan kimia sintetik, yang dalam pengadaannya memerlukan waktu dan harga yang cukup mahal. Oleh karena itu perlu diperhatikan potensi bahan alami yang dapat berfungsi sebagai bahan pengencer. Bahan alami alternative yang mudah ditemukan dan murah adalah air tebu. Air tebu mengandung amilum (karbohidrat) berupa sukrosa yang terdiri atas glukosa dan fruktosa (Yovita & Sumiarsih, 2000). Keberadaan glukosa dan fruktosa merupakan bagian yang penting untuk meningkatkan konsentrasi ATP dan motilitas spermatozoa (Williams & Ford, 2001). Namun demikian, terdapat beberapa kelemahan dari penggunaan air tebu yaitu, kemampuan melindungi sel spermatozoa terhadap kejutan dingin pada proses preservasi maupun kriopreservasi. Untuk mengatasi hal tersebut, maka perlu dikombinasikan dengan pengencer lain yang murah dan mudah didapat, semisal kuning telur.
Kuning telur mengandung lesitin dan lipoprotein yang berfungsi sebagai sumber energi dan pelindung ekstraseluler spermatozoa terhadap kejutan dingin (Dwitarizki et al., 2015). Berbagai laporan mengenai penggunaan pengencer alami yang dikombinasikan dengan pengencer lain telah banyak dilakukan seperti, penggunaan pengencer sari wortel-kuning telur spermatozoa epididimis sapi bali (Parera et al., 2009), air tebu-kuning telur pada semen sapi bali (Bardan, 2009), madu-fosfat kuning telur pada semen kalkun (Sari et al., 2015) dan air kelapakuning telur pada sapi (El-Sheshtawi et al., 2017). Berdasarkan hasil penelitian diatas, maka penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kualitas spermatozoa epididymis sapi persilangan dalam air tebu yang dikombinasikan dengan kuning telur (motilitas, daya hidup dan keutuhan membran plasma).