Abstract:
Tujuan penelitian ini adalah menguji fertilitas semen beku kerbau rawa Kalimantan Selatan yang dikriopreservasi dengan laktosa dan nira aren. Semen ditampung dengan vagina buatan satu kali dalam satu minggu sebanyak enam kali penampungan. Semen segar dibagi ke dalam dua buah tabung reaksi dengan volume yang sama, kemudian masing-masing diencerkan dengan 73% pengencer dasar laktosa + 20% kuning telur ayam ras + 7% gliserol (laktosa) dan 73% nira aren + 20% kuning telur ayam ras + 7% gliserol (NAG7). Semen diencerkan hingga mencapai konsentrasi 25 juta spermatozoa motil per straw mini (0,25 ml). Semen (straw) diekuilibrasi kemudian dibekukan dan disimpan di dalam kontainer nitrogen cair. Semen beku dinseminasikan terhadap 4 ekor kerbau betina untuk perlakuan laktosa dan 5 ekor betina untuk perlakuan NAG7 yang sebelumnya telah disinkronkan estrusnya dengan hormon PGF2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase spermatozoa motil setelah thawing perlakuan laktosa (45,83%) nyata (P<0,05) lebih tinggi dibandingkan dengan NAG7 (30,83%). Kesembilan ekor (100%) kerbau betina yang disuntik dengan hormon PGF2 menunjukkan gejala-gejala estrus dua hari setelah penyuntikan kedua PGF2. Hasil pengamatan diperoleh persentase kebuntingan sebanyak 75% untuk perlakuan pengencer laktosa dan 80% untuk perlakuan pengencer NAG7 (P>0,05). Dapat disimpulkan bahwa semen beku kerbau rawa Kalimantan Selatan yang diencerkan dengan pengencer laktosa dan nira aren memenuhi syarat untuk digunakan dalam program inseminasi buatan (IB) dan menghasilkan angka kebuntingan yang tinggi.
Description:
Populasi kerbau rawa di Kalimantan Selatan berfluktuasi, pada tahun 2004 sebanyak 38.488 ekor (Dinas Peternakan Provinsi Kalimantan Selatan, 2004) dan pada tahun 2014 sebanyak 25.314 ekor (Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, 2015), atau menurun sebesar 34,23%. Pada tahun 2015, populasi kerbau rawa meningkat menjadi 27.301 ekor (Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, 2015). Terjadinya penurunan populasi kerbau rawa di Kalimantan Selatan disebabkan oleh beberapa faktor, yakni: jumlah pemotongan yang meningkat, perpindahan ternak keluar provinsi, dan rendahnya kelahiran yang salah satu penyebabnya adalah tingginya tingkat inbreeding. Aplikasi teknologi inseminasi buatan (IB) merupakan salah satu cara untuk mempercepat peningkatan populasi ternak kerbau. Melalui teknologi IB, potensi reproduksi jantan unggul dapat dioptimalkan, sehingga secara umum akan meningkatkan kualitas genetik anak. Penerapan IB yang disertai dengan sistem pencatatan (recording) yang baik juga dapat mencegah terjadinya inbreeding. Pengenceran semen merupakan salah satu bagian integral teknologi IB untuk meningkatkan kapasitas semen seekor pejantan unggul dalam melayani betina. Selama ini yang lazim dimanfaatkan sebagai komponen pengencer semen adalah senyawa-senyawa kimia sintetik. Indonesia sebagai negara tropis memiliki berbagai jenis sumber daya alam yang berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai bahan pengencer semen. Pemanfaatan berbagai bahan pengencer alternatif berbahan alami telah dilaporkan, seperti air kelapa muda pada kerbau belang (Toelihere, 1993) dan pada domba garut (Rizal et al., 2006), nira aren pada domba garut (Farhan, 2003), serta ekstrak buah melon dan wortel pada domba garut (Yulnawati et al., 2005). Menurut Hafez dan Hafez (2000) melalui teknologi kriopreservasi semen yang dikombinasikan dengan aplikasi IB, potensi genetik yang dimiliki seekor pejantan untuk mengawini betina dapat ditingkatkan hingga ratusan kali lipat jika dibandingkan sistem kawin alam. Keunggulan lain teknologi kriopreservasi semen tersebut adalah dapat memperpanjang masa simpan spermatozoa fungsional hingga beberapa tahun. Penelitian ini bertujuan untuk menguji fertilitas semen beku kerbau rawa Kalimantan Selatan yang dikriopreservasi dengan laktosa dan nira aren