Abstract:
Nira aren (Arenga pinnata Merr.) dapat dimanfaatkan sebagai bahan pengencer semen karena mengandung berbagai nutrien yang dibutuhkan oleh spermatozoa selama preservasi. Penelitian ini bertujuan untuk menguji efektivitas nira aren sebagai pengencer semen kerbau rawa dalam program inseminasi buatan (IB). Semen kerbau rawa dikoleksi menggunakan vagina buatan. Semen segar dievaluasi dan dibagi ke dalam empat buah tabung reaksi dan masing-masing diencerkan dengan pengencer laktosa yang mengandung 20% kuning telur (laktosa atau kontrol), 85% nira aren + 15% kuning telur (NAKT15), 80% nira aren + 20% kuning telur (NAKT20), dan 75% nira aren + 25% kuning telur (NAKT25). Semen yang telah diencerkan dipreservasi di dalam lemari es (refrigerator) pada suhu 5ºC, dan dilakukan evaluasi kualitas spermatozoa meliputi: persentase spermatozoa motil, spermatozoa hidup, dan memran plasma utuh (MPU). Evaluasi dilakukan setiap hari selama empat hari. Sebanyak 13 ekor kerbau betina disinkronkan estrusnya dengan menyuntikkan hormon PGF2a, dan sebanyak enam ekor diinseminasi dengan perlakuan laktosa dan tujuh ekor diinseminasi dengan perlakuan NAKT20. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada hari keempat preservasi, rataan persentase spermatozoa motil dan spermatozoa hidup perlakuan laktosa (36,67 dan 51,83%) dan NAKT20 (35,83 dan 51,5%) nyata (P<0,05) lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan NAKT15 (31,67 dan 44%) dan NAKT25 (30 dan 45,33%), tetapi tidak ada perbedaan antarperlakuan untuk peubah persentase MPU. Angka kebuntingan pada perlakuan laktosa adalah 66,67% dan 71,43% pada perlakuan NAKT20 (P>0,05). Persentase kelahiran pada perlakuan laktosa dan NAKT20 adalah masing-masing 66,67% dan 71,43% (P>0,05). Dapat disimpulkan bahwa nira aren dapat dimanfaatkan sebagai bahan pengencer alternatif dalam proses preservasi semen dan IB pada kerbau rawa.
Description:
Inseminasi buatan (IB) merupakan salah satu teknologi reproduksi yang bertujuan mengoptimalkan potensi reproduksi jantan unggul, sehingga dapat mempercepat peningkatan populasi dan perbaikan mutu genetik ternak, termasuk kerbau rawa. Hal tersebut karena salah satu teknologi yang terintegrasi dengan IB adalah teknologi pengolahan dan preservasi semen. Teknologi pengolahan dan preservasi semen (semen cair dan semen beku) bertujuan untuk meningkatkan kapasitas semen seekor pejantan unggul dalam melayani lebih banyak ternak betina dan memperpanjang daya hidup spermatozoa (Sansone et al., 2000; Morrell, 2006), sehingga memiliki periode waktu yang relatif lama untuk dimanfaatkan dalam program IB. Untuk mencapai tujuan ini, semen harus diencerkan dengan bahan-bahan pengencer tertentu, yang memenuhi syarat seperti: memiliki sumber energi, bersifat penyangga, tidak toksik, mencegah kerusakan pada spermatozoa, murah, dan mudah diperoleh (Toelihere, 1993). Preservasi semen yang umum dilakukan terkait dengan upaya memperpanjang daya tahan hidup spermatozoa adalah dengan menyimpan semen yang telah diencerkan pada suhu yang lebih rendah daripada suhu tubuh (Andrabi, 2009). Semakin rendah suhu preservasi semen, semakin rendah pula derajat metabolisme sel sehingga semakin lama daya hidup spermatozoa (Lemma, 2011). Preservasi semen pada suhu rendah dalam waktu relatif lama memiliki dampak negatif yaitu dapat menyebabkan kematian spermatozoa (Watson, 2000; Batellier et al., 2001; Medeiros et al., 2002), baik yang disebabkan oleh pengaruh kejutan dingin (cold shock) akibat adanya penurunan suhu (Lessard et al., 2000), kehabisan energi, maupun akibat kontaminasi dengan mikroorganisme. Untuk meminimalkan kerusakan pada spermatozoa akibat pengaruh buruk suhu rendah, pengencer semen harus mengandung berbagai komponen yang berfungsi selain untuk memperbanyak volume, tetapi juga untuk melindungi spermatozoa selama preservasi. Salah satu komponen
penting yang harus ditambahkan ke dalam pengencer adalah kuning telur. Kuning telur menjadi penting karena mengandung lesitin (fosfatidil kolin) yang berfungsi melindungi spermatozoa akibat pengaruh buruk kejutan dingin (Kayser et al., 1992; White, 1993). Selama ini yang lazim dimanfaatkan sebagai komponen pengencer semen adalah senyawa-senyawa kimia sintetik. Senyawa kimia tersebut umumnya berharga cukup mahal dan tidak mudah diperoleh di daerahdaerah tertentu, karena merupakan produk impor. Indonesia sebagai negara tropis sebenarnya memiliki berbagai macam sumber daya alam yang berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai bahan pengencer semen alami. Pemanfaatan berbagai bahan pengencer alternatif berbahan alami telah dilaporkan, seperti air kelapa muda pada kerbau belang (Toelihere, 1993) dan pada domba garut (Rizal et al., 2006), serta ekstrak buah melon dan wortel pada domba garut (Yulnawati et al., 2005). Nira aren mengadung air 9,16%, sukrosa 84,31%, gula pereduksi 0,53%, lemak 0,11%, protein 2,28%, total mineral 3,66%, kalsium 1,35%, dan fosfor (P2O5) 1,37%. Kandungan kimia terbesar yang terkandung di dalam nira aren adalah kandungan sukrosa yaitu sebesar 84,31%. Kandungan sukrosa nira aren ini lebih besar jika dibandingkan kandungan sukrosa dari nira tebu (71,89%) dan nira siwalan (76,85%) (BPTP Banten, 2005). Nira aren juga mengandung vitamin A dan C serta memiliki pH 6-7, yang sesuai dengan pH semen. Fakta kandungan senyawa kimia tersebut yang menjadi landasan mengapa nira aren dapat dimanfaatkan sebagai salah bahan pengencer semen alternatif. Pemanfaatan nira aren sebagai bahan pengencer untuk pengenceran semen kerbau rawa belum pernah dilaporkan, padahal dengan kandungan kimia yang dimiliki, nira aren berpotensi untuk dapat digunakan sebagai bahan pengencer, karena nira aren mempunyai kandungan sukrosa dan protein yang diperlukan untuk metabolisme spermatozoa. Selain itu nira aren juga mudah diperoleh dan dapat dibeli dengan harga yang relatif murah. Penelitian ini bertujuan menguji efektivitas nira aren sebagai pengencer dalam proses preservasi semen dan IB kerbau rawa.