Abstract:
Ketersediaan kambing yang sesuai dengan keinginan konsumen menjadi penting. Persoalan yang selama ini muncul adalah terbatasnya pejantan yang berkualitas untuk memperbaiki kualitas kambing yang diproduksi bagi masyarakat luas serta belum diterapkannya sistem tatalaksana pemeliharaan yang baik dan benar, khususnya di kelompok petani peternak sasaran yang berlokasi di Kecamatan Bati Bati, Kabupaten Tanah Laut. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan menerapkan sistem perkawinan inseminasi buatan (IB) memanfaatkan semen pejantan unggul dengan pengencer berbasis bahan alami, sehingga dapat melayani beberapa ekor betina dari satu ejakulat. Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan peternak dan inseminator juga merupakan upaya yang dapat dilakukan sebagai bagian untuk mempercepat peningkatan populasi dan perbaikan mutu genetik ternak. Tujuan kegiatan ini adalah menerapkan teknologi IB untuk mempercepat peningkatan populasi dan perbaikan mutu genetik kambing PE, meningkatkan pengetahuan dan keterampilan peternak kelompok mitra dalam tatalaksana pemeliharaan ternak kambing PE, meningkatkan pengetahuan dan keterampilan inseminator, dan dalam jangka panjang akan meningkatkan pendapatan usaha dan minat beternak kambing, sehingga mempercepat peningkatan populasi dan perbaikan kualitas genetik ternak kambing di Kalimantan Selatan. Metode yang dilakukan mengatasi permasalahan adalah dengan menerapkan paket teknologi reproduksi dan pelatihan kepada petani-peternak mitra dan inseminator. Serangkaian rencana kegiatan ini menghasilkan luaran berupa: Peningkatan kemampuan dalam pelaksanaan budidaya kambing PE secara utuh, dan memanfaatkan teknologi tepat guna berbasis sumberdaya lokal; Peternak memiliki kemampuan melakukan deteksi estrus pada ternak kambing dan melaporkan kepada petugas untuk dilakukan IB; Inseminator terampil melakukan IB pada kambing, yang secara teknik dan peralatan memiliki beberapa perbedaan dengan teknik IB pada sapi dan kerbau yang umumnya telah dikuasai oleh inseminator; Semen cair yang diencerkan dengan bahan pengencer alami dan murah (air kelapa muda dan kuning telur) yang siap digunakan untuk pelaksanaan IB; Anak-anak kambing PE yang diturunkan dari pejantan unggul; dan Publikasi hasil kegiatan di jurnal ilmiah.
Description:
Kalimantan Selatan merupakan salah satu daerah yang potensial untuk pengembangan ternak seperti kambing peranakan etawa (PE), karena memiliki luasan lahan dan pakan yang cukup memadai. Hal ini didukung oleh ketersediaan rumput alam (termasuk legum) yang luas untuk padang penggembalaan, penanaman rumput unggul, dan integrasi antara perkebunan dan ternak. Pola pengembangan budidaya ternak umumnya berbentuk perusahaan perorangan (individual) dan kemitraan, baik untuk penggemukan maupun pembibitan. Potensi pasar dalam daerah dan antarprovinsi bahkan luar negeri sangat terbuka dan berpeluang besar. Sebagai gambaran dari tahun 2011-2015, Provinsi Kalimantan Selatan mengirim kambing ke luar daerah rata-rata 34.822 ekor per tahun (Dinas Peternakan Provinsi Kalimantan Selatan, 2015). Kambing PE merupakan jenis kambing yang cukup populer di masyarakat, karena selain sebagai penghasil daging juga berpotensi besar dalam menghasilkan air susu. Usaha ternak kambing di Kalimantan Selatan dilakukan secara individu atau berkelompok dalam satu kawasan yang dipelihara secara intensif. Jenis ternak kambing yang dipelihara umumnya adalah kambing kacang dan PE dengan jumlah pemilikan 5–15 ekor per peternak. Pengembangbiakan kambing sebagian besar dilakukan dengan kawin alam, sedangkan penerapan teknologi inseminasi buatan (IB) atau kawin suntik telah dilakukan dalam skala terbatas di Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Tanah Laut, dan Barito Kuala (Dinas Peternakan Provinsi Kalimantan Selatan, 2012). Teknologi reproduksi yang dapat diterapkan dan sesuai dengan kondisi obyektif peternak kita sekarang ini adalah teknologi inseminasi buatan (IB) dan teknologi lain yang terkait seperti teknologi pengolahan semen dan sinkronisasi estrus. Menurut Rizal dan Herdis (2008) dengan pengolahan semen (semen cair atau semen beku) yang dipadukan dengan penerapan teknologi IB, potensi reproduksi jantan dapat dioptimalkan. Melalui teknologi pengolahan semen dan IB, satu ejakulat dapat dikawinsuntikkan terhadap puluhan ekor kambing betina, sementara dengan sistem kawin alam satu ejakulat hanya untuk satu ekor betina. Penerapan teknologi IB tidak dapat berdiri sendiri, artinya keberhasilan teknologi IB harus ditunjang oleh perbaikan manajemen peternakan secara menyeluruh dan dilakukan dengan simultan. Penerapan teknologi IB ini harus dikerjakan secara terintegrasi dengan beberapa kegiatan yang terkait langsung dengan keberhasilan program IB, meliputi: upaya peningkatan pengetahuan dan keterampilan peternak dalam bidang reproduksi, peningkatan keterampilan inseminator, kualitas semen cair dan beku, dan pemeriksaan kebuntingan. Dengan terintegrasinya kegiatan tersebut, maka diharapkan seluruh faktor-faktor yang menjadi kendala selama ini, akan dapat diminimalisir. Selanjutnya diharapkan, peningkatan populasi dan perbaikan kualitas genetik secara gradual dapat tercapai. Secara umum penerapan teknologi IB pada ternak kambing di Provinsi Kalimantan Selatan tidak sepopuler dengan aplikasi IB pada ternak sapi. Rendahnya tingkat aplikasi IB pada ternak kambing disebabkan oleh beberapa faktor, seperti: tidak tersedianya semen beku kambing, kurangnya keterampilan inseminator untuk melakukan IB pada ternak kambing, dan jumlah pejantan kambing unggul tidak cukup memadai. Kendala ini dapat diatasi dengan memanfaatkan pejantan kambing PE unggul yang dimilki oleh Balai Pembibitan Ternak Unggul-Hijauan Pakan Ternak (BPTU-HPT) Pelaihari yang berlokasi di Desa Tambang Ulang, Kabupaten Tanah Laut. Melalui pemanfaatan teknologi dalam pengenceran dan preservasi semen akan lebih dapat mengoptimalkan kapasitas semen yang diejakulasikan oleh seekor pejantan unggul. Ketersediaan semen cair/beku yang berkualitas baik jika dipadukan dengan upaya meningkatkan kemampuan dan keterampilan petani-peternak dan petugas di lapangan, khususnya dalam bidang reproduksi yang terkait langsung dengan program IB tentu akan menciptakan sinergi yang baik untuk mempercepat peningkatan populasi dan perbaikan mutu genetik ternak kambing tersebut.