Abstract:
Alih fungsi lahan dapat diartikan sebagai berubahnya fungsi sebagian atau seluruh
kawasan dari fungsinya semula, seperti direncanakan menjadi fungsi lain yang berdampak negatif terhadap lingkungan dan potensi lahan tersebut. Alih fungsi lahan pertanian yang tidak terkendali dapat mengancam kapasitas penyediaan pangan, dan bahkan dalam jangka panjang dapat menimbulkan kerugian sosial. Tujuan penulisan makalah yakni 1) menguraikan dampak alihfungsi lahan dari aktivitas pertambangan batubara terhadap ketahanan pangan, 2) menguraikan strategi pengendalian alih fungsi lahan di Kawasan Pertambangan Batubara Kutai Kartanegara.
Alih fungsi lahan di Provinsi Kalimantan Timur, sejak tahun 2008 telah terjadi konversi
lahan pertanian menjadi tambang batu bara mencapai 4.000 ha per tahun, dimana Kabupaten Kutai Kartanegara merupakan kabupaten yang paling besar mengalami konversi, yaitu 12.000 ha atau sekitar 1.950 ha per tahun dengan jumlah pemegang izin Kuasa Pertambangan (KP) 687 belum termasuk ijin Perjanjian Pengusahaan Kontrak Karya Pertambangan (P2KP) dan Koperasi. Tahun 2010 kebutuhan beras Kaltim sekitar 401.216 ton, kekurangannya 59.589 ton dipasok dari Jawa Timur dan Sulawesi selatan dimana kedua wilayah tersebut juga mengalami permasalahan pada tingginya konversi lahan pertanian. Hilangnya lahan-lahan produktif pertanian untuk aktivitas pertambangan di Kabupaten Kutai Kartanegara telah menyebabkan tingginya masyarakat miskin, dengan indikator penerima beras miskin setiap tahunnya sebanyak 5.417 ton
untuk 30 ribu kepala keluarga di 227 kelurahan (Tempo.com, 2011) dengan jumlah rumah tangga miskin 30.095 jiwa tahun 2009 dan 2010 (Kaltim Post, 2012). Hal ini menunjukkan bahwa Kabupaten Kutai Kartanegara telah mengalami kerentanan pangan rumah tangga masyarakatnya meskipun disisi lain pertambangan batubara telah menjadi penyumbang terbesar pada pertumbuhan perekonomian wilayah yakni rata-rata 75% dari seluruh sektor dalam PDRB