Abstract:
Istilah Geohistori menunjukan dua nama disiplin Ilmu, yakni Geografi dan Sejarah, di Indonesia nama Geohistori lebih dikenal dengan Geografi Kesejarahan atau Geografi Sejarah, keduanya saling membantu sebagai disiplin ilmu, lebih-lebih ilmu Sejarah tidak bisa berdiri sendiri dan harus meminta bantuan disiplin ilmu lain dalam merekonstruksi sebuah peristiwa sejarah, salah satunya adalah cabang ilmu yang membantu adalah cabang dari Ilmu Geografi yakni Geografi Sejarah. Untuk memudahkan mempelajari geografi, maka disederhanakan menjadi tiga cabang, yaitu (1) Geografi regional; (2) Geografi fisik; dan (3) dan geografi manusia.
Pada cabang ketiga Geografi Manusia; geografi manusia adalah ilmu yang mempelajari hubungan dan pengaruh timbal balik antara alam dengan manusia. Geografi Manusia meliputi (1) Antropologi, yaitu ilmu yang mempelajari tentang kebudayaan manusia. (2) Demografi, yaitu ilmu yang mempelajari tentang susunan, jumlah, dan perkembangan penduduk. (3) Geografi sosial, yaitu ilmu yang mempelajari tentang hubungan dan pengaruh timbal balik antara alam dengan manusia. (4) Geografi desa-kota, yaitu ilmu yang mempelajari tentang desa dan kota. (5) Geografi ekonomi, yaitu ilmu yang mempelajari tentang keadaan ekonomi di suatu tempat. (6) Geografi politik, yaitu ilmu yang mempelajari tentang politik di beberapa wilayah geografis. (7) Geografi sejarah, yaitu ilmu yang mempelajari tentang sejarah di suatu wilayah geografis. (8) Geografi militer, yaitu ilmu yang mempelajari tentang aspek militer ditinjau dari kondisi geografinya. (9) Paleontologi, yaitu ilmu yang mempelajari tentang fosil. (10) Arkeologi, yaitu ilmu yang mempelajari tentang kepurbakalaan. (11) Sosiologi, yaitu ilmu yang mempelajari tentang kemasyarakatan. Dari cabang ketiga geografi manusia inilah terdapat geografi sejarah.
Dari 11 (sebelas) komponen sub Cabang Ketiga; Geografi Manusia, maka Geografi Sejarah masuk pada komponen 7 (tujuh) Geografi sejarah, yaitu ilmu yang mempelajari tentang sejarah di suatu wilayah geografis. Nama Geohistori memang terasa baru dan muncul pada kurikulum KKNI tahun 2017, tidak lain adalah perubahan dari nama Geografi Sejarah atau Geografi Kesejarahan yang sudah cukup dikenal dilingkup Program Studi Pendidikan Sejarah FKIP/IKIP/maupun ilmu sejarah di Indonesia.
Pada tahun 1960-an Soebantardjo, dalam usahanya menghubung-hubungkan peranan lingkungan geografis dengan sejarah regional mengusulkan dikembangkannya geohistori dalam kurikulum pendidikan guru sejarah di lingkungan IKIP. Menurut Soebantardjo geohistori adalah suatu ilmu yang menyelidiki, membahas, menetapkan peranan alam di dalam penentuan jalannya sejarah, serta mencari hukum-hukumnya. (Soebantardjo, 1967:9-17). Jadi perubahan kembali nama Geografi Sejarah menjadi Geohistori bukan lah hal yang baru namun sudah pernah digagas oleh Soebantardjo sejak tahun 1967. Namun baru tahun 2017 muncul nama Geohistori yang masuk dalam kurikulum mata kuliah di lingkup Program Studi Pendidikan Sejarah FKIP Universitas Lambung Mangkurat, kemudian karena Visi-Misi Universitas Lambung Mangkurat menyangkut lahan basah, maka mata kuliah ini dibubungkan dengan peristiwa-peristiwa sejarah yang dibangun dan pernah ada di kawasan lahan basah di Nusantara, maka mata kuliah tersebut bernama Geohistori Lahan Basah.
Perkembangan geografi sejarah di Perancis oleh Ger Harmsen (1968) dalam Inleiding tot de geschiedenis, Bilthoven, memakai istilah Geohistorie sangat berbeda dengan di Inggris, Belanda dan Jerman. Dalam melihat ilmu sejarah kadangkala dicampuradukan istilah seperti faktor sejarah, kekuatan sejarah dan momen sejarah. Proses sejarah semakin didesak dengan cara-cara yang makin eksak, untuk itulah para sejarawan berusaha mengadakan pendekatan dengan bantuan ilmu sosiologi, ekonomi, politikologi dan antropologi. Umumnya para sarjana yang bukan berlatarbelakang sejarawan berusaha mengolah bagian-bagian sejarah secara matang, meskipun aneka penyusunan teori diserahkannya kembali kepada para sejarawan.
Para pengikut aliran filsafat Strukturalisme (1949) di Perancis misalnya Frenand Braudel berusaha keras untuk menyelidiki struktur sejarah daripada peristiwa-peristiwanya, untuk itu ia mengelompokkan proses sejarah dengan tiga bagian proses, salah satu proses struktural atau proses dasar yang berlangsung amat lambat, perubahan yang di dapat di dalamnya baru akan nampak beberapa abad kemudian, proses panjang inilah yang disebut dengan geohistorie. Jadi istilah geohistori sudah dikenal di Eropa dan di Indonesia sejak tahun 1949 dan berlanjut hingga tahun 1968.
Istilah Lahan Basah atau dalam Bahasa Inggris disebut wetland menunjukkan sebuah wilayah geografis dimana tanahnya jenuh dengan air, baik bersifat permanen maupun musiman. Wilayah-wilayah itu sebagian atau seluruhnya kadang tergenang oleh lapisan air yang dangkal. Digolongkan wilayah lahan basah diantaranya adalah rawa-rawa (termasuk rawa bakau), paya, gambut. Air yang menggenang lahan basah dapat digolongkan air tawar, air payau dan air asin. Berdasarkan fakta-fakta sejarah di Nusantara ternyata kerajaan-kerajaan yang pernah hadir terdapat beberapa wilayah geografis kerajaan yang dibangun berkembang hingga ke puncak kejayaannya di masa lampau dengan keadaan disekitar lahan basah, terutama berhubungan dengan keadaan yang menyesuaikan kehidupan tatanan budaya maritim, lahirlah kerajaan maritim muara sungai, maritim pesisir pantai dan samudera yang kondisinya tanahnya berhubungan dengan lahan basah. Misalnya Kerajaan Kutai di Kalimantan Timur, Kerajaan Majapahit di Jawa Timur, Kerajaan Demak di utara Jawa Tengah, Kerajaan Sriwijaya di Sumatera, Kerajaan Samudra Pasai, kerajaan-kerajaan di Kalimantan Selatan (Kerajaan Negara Dipa, Kerajaan Negara Daha dan Kesultanan Banjarmasin), serta banyak kerajaan Nusantara lainnya yang kenyataannya pusat kerajaan dan wilayah negaranya berada di lahan basah. Secara geografis peristiwa sejarah memungkinkan terjadi dan dikendalikan pemerintahan negara kerajaan dari wilayah yang kondisinya berada pada lahan basah.